Search

Ruth's Book Shelf

My books tell everything…

Polling Anugerah Pembaca Indonesia 2013: Longlist Tahap II

Let’s vote our choice! ^^

Festival Pembaca Indonesia 2021

Polling berikut diadakan oleh panitia Anugerah Pembaca Indonesia 2013 untuk menentukan siapa pemenang buku terfavorit, penulis terfavorit, dan perancang sampul terfavorit berdasarkan jumlah polling terbanyak. Penganugerahan ini merupakan salah satu mata rangkai acara dalam Festival Pembaca Indonesia 2013 untuk memberi apresiasi dan rasa terima kasih pembaca kepada insan-insan yang telah terlibat dalam dunia perbukuan di Indonesia.

Polling Longlist Tahap II ini akan dibuka sejak tanggal 11 sampai dengan 17 November 2013. Kemudian polling akan dilanjutkan dengan Shortlist yang merupakan nominasi paling akhir untuk menentukan yang paling terfavorit dari masing-masing kategori.

Polling Longlist Tahap II ini merupakan polling baru di mana pembaca dapat tetap memberikan suaranya, termasuk yang sudah melakukan vote pada Polling Longlist Tahap I.

View original post 18 more words

The Holders

first in The Holders
by Julianna Scott

17-year-old Becca spent her whole life protecting her brother from, well, everything. The abandonment of their father, the so called ‘experts’ who insist that voices in his head are unnatural and must be dealt with, and the constant threat of being taken away to some hospital and studied like an animal. When two representatives appear claiming to have the answers to Ryland’s perceived problem, Becca doesn’t buy it for one second. That is until they seem to know things about Ryland and about Becca and Ryland’s family, that forces Becca to concede that there may be more to these people than meets the eye. Though still highly skeptical, Becca agrees to do what’s best for Ryland.What they find at St. Brigid’s is a world beyond their imagination. Little by little they piece together the information of their family’s heritage, their estranged Father, and the legend of the Holder race that decrees Ryland is the one they’ve been waiting for. However, they are all–especially Becca–in for a surprise that will change what they thought they knew about themselves and their kind.

For a chance to win Julianna Scott‘s first book in her new series, The Holders, click banner below!

Yeeyy ada juga giveaway yang bentuknya untuk menulis kutipan favorit yang berasal dari buku favorit juga. Langsung aja ikutan giveway  Freebies the 13th, #2 yang di host oleh Kilas Buku. Akan ada dua pemenang yang akan mendapatkan buku pilihan sendiri senilai 100ribu. Syaratnya mudah tinggal klik banner button yang ada diatas.

Berikut quote favorit dari buku favorit aku

Dont go looking for Mr. Right, look for Mr. Right-now. And eventually, if he’s worthy then one day that ‘now’ part is just going to drop away. Naturally.

110920132627
Fly To The Sky

Oh My God! Aku suka banget sama novel yang satu ini. Banyak banget quote  yang bisa aku dapet dari novel ini. salah satu yang terfavorit adalah quote diatas. kenapa?

Karena sering sekali kan perempuan dalam mencari seorang pasangan selalu mencari yang sempurna, yang sesuai dengan tipe idamannya. Tapi sama sekali-tidak menyadari bahwa laki-laki yang sempurna itu nggak ada. Yang ada hanyalah apa yang ada dihadapan kita sekarang. Kalau laki-laki yang saat ini menjadi pasangan kita kurang sempurna, tapi dia sudah menerima ketidaksempurnaan kita, buat apa lagi nyari yang lain? Belum tentu kan laki-laki yang ternyata sesuai dengan tipe idaman kita dapat menerima kita seperti yang dilakukan pasangan kita saat ini. Toh nantinya kita dan pasangan akan saling melengkapi satu sama lain. Makanya aku sukaaaaaaaa banget sama quote ini. 😀

Quote favorit kamu apa? 🙂

Mystery Box Giveaway!

open here:Live to Read

Private-library
Saya selalu ingin punya perpustaan pribadi dirumah. Apalagi perpustakaan yang cantik seperti gambar diaatas. Sungguh akan membuat semangat membaca saya meningkat jika berada dalam ruangan seperti itu. Kapan ya saya bisa punya perpustaan pribadi yang cantik? Mungkin kapan-kapan sampai saya berduit dan bisa membuat perpustakaan pribadi di rumah sendiri. Dan tentunya buku-buku yang akan memenuhi rak-rak yang ada di perpustakaan saya adalah buku-buku fiksi yang bergenre chicklit dan metropop. Kenapa karena saya sangat menyukai genre ini. Bisa dibilang inilah genre yang menurut saya nggak banyak basa-basi dan lebih memasyarakat. Daripada kisah cinta nan romantis yang sering kali berada pada khayalan semata.

Oh iya, satu lagi genre yang akan saya tambah adalah Young Adult. Karena akhir-akhir ini saya mulai tertarik untuk membaca buku-buku seperti itu. Entahlah. Sepertinya saya terpengaruh teman-teman saya yang di Goodreads, yang sering kali membaca buku-buku bergenre YA tersebut.

Intinya sih punya banyak buku aja lah biar bisa menuhin perpustakaan saya nanti. Dan semoga saja impian saya tersebut dapat tercapai ya. Amin 🙂

school library

Tania

Februari 2013

 

“Bruk! Bruk!”

Lagi-lagi aku menjatuhkan buku-buku yang ada di rak perpustakaan sekolah ini. Kenapa sih aku ceroboh banget? Padahal aku sudah lama pakai kacamata, supaya mataku yang minus ini tidak terus-terusan mengacaukan segala hal yang aku lakukan. Tapi sepertinya mengacaukan memang sudah jadi kebiasaanku. Bahkan orang-orang yang ada di perpustakaan ini saja sepertinya juga sudah terbiasa dengan tingkah lakuku ini. Seperti dia, yang kali ini juga membantuku membereskan buku-buku yang kujatuhkan.

“Heh Tania! Matanya jangan dipakai buat belajar aja dong. Perhatikan yang lain juga. Hobi banget deh ngejatuhin buku. Kasihan kan bukunya.” Kata Rendi ketus sambil membantuku.

“Iya maaf. Kan aku tidak sengaja.” Jawabku tanpa berani memandang matanya.

“Nih udah beres. Lain kali kalau mau jalan konsentrasi. Jangan waktu ujian aja konsentrasinya.” Balas Rendi padaku sambil menyodorkan buku-buku yang telah tersusun ke tanganku.

“Makasih ya, Ren.”

“Iya sama-sama. Dah!” Balas Rendi dengan senyum kecilnya yang menyungging samar sambil melambaikan tangan kanannya.

Dan aku hanya bisa tertunduk malu akibat tingkah laku bodohku yang selalu saja terjadi kalau dia ada di perpustakaan ini.

Rendi adalah salah satu siswa di SMA St. Petrus, SMA yang sama denganku. Dia juga satu angkatan denganku. Tapi kami beda kelas dan jurusan. Aku di kelas XII IPA 2 dan dia di kelas XII IPS 1. Aku pertama kali melihat Rendy di acara MOS sekolah. Saat itu, dia dinobatkan sebagai adik kelas yang paling malas dan suka memberontak. Sedangkan aku dinobatkan sebagai adik kelas yang paling rajin dan langsung diajukan sebagai salah satu anggota pengurus OSIS. Dua penghargaan yang saling berlawanan satu sama lain. Dan mungkin tidak akan ada yang menyangka bahwa pada saat itulah aku merasakan hatiku seperti berdesir saat berdiri berdampingan dengannya.

Ya. Aku menyukainya. Sudah 2 tahun aku memendam rasa suka ini. Selama ini aku selalu menyembunyikannya dengan segala kesibukanku sebagai anggota pengurus OSIS dan olimpiade-olimpiade yang kuikuti. Tanpa ada satu orang pun yang menyadari bahwa mataku selalu mengekor kemanapun dia pergi. Dan disinilah aku sekarang. Perpustakaan tempat dia sering mengahabiskan waktu untuk tidur. Tempat dimana aku suka memandanginya berlama-lama tanpa ketahuan siapapun. Karena semua orang akan menyangka, seorang Tania Rahardja pergi ke Perpustakaan untuk belajar. Bukan untuk melihat Rendi Wijaya yang sedang tidur.

Sebagai seorang perempuan, tentu bukan hanya melihat dia saja yang aku inginkan. Aku juga ingin agar dia bisa melihatku. Makanya aku mengikuti banyak olimpiade. Dan hampir semua  olimpiade berhasil kumenangkan. Itu semua kulakukan agar ketika upacara bendera yang setiap hari senin dilakukakan, namaku dipanggil dan aku maju ke depan untuk menerima penghargaan sehingga dia dapat melihatku. Paling tidak dengan itu, dia dapat mengenaliku sebagai seorang Tania Rahardja yang berada satu sekolah dengannya. Tapi sepertinya dia lebih mengenalku sebagai Tania si ceroboh yang suka menjatuhkan buku di perpustakaan. Mungkin ini lebih baik, daripada dia sama sekali tidak mengenalku.

Lebih baik aku kembali melanjutkan belajarku untuk menghadapi UN nanti. Fokus!

Rendi

Tania.. Tania..

Sampai kapan sih ini anak berhenti bikin aku tergila-gila sama dia? Bahkan aku tetap suka saat dia ceroboh kayak tadi. Dia selalu berhasil menarik perhatian aku dimanapun dirinya berada. Seperti 2 tahun yang lalu dia menarik perhatianku pertama kali di perpustakaan itu.

***

Januari 2011

Aku diusir dari kelas karena ketahuan tidur waktu pelajaran matematika sedang berlangsung. Aku disuruh menulis tulisan ‘Saya berjanji tidak akan tidur didalam kelas lagi’ sebanyak 4 halaman double folio bergaris. Dan cuma perpustakaan tempat yang cocok buat aku melaksanakan hukumanku. Aku berharap di dalam perpustakaan cuma ada aku sendirian. Tapi aku salah. Ada dia di sana. Tania Rahardja sang siswi teladan SMA St. Petrus.

Oke, paling tidak cuma ada tambahan satu orang di perpustakaan ini. Lebih baik aku cepat-cepat menyelesaikan hukumanku daripada Ibu Rosy—guru matematika paling killer—menghasut Kepala Sekolah agar mengeluarkanku dari sekolah. Naik kelas XI aja belum sudah mau dikeluarkan saja. Lagipula suasana perpustakaan yang sepi sangat mendukung buat aku konsentrasi menulis. Karena saat aku masuk ke dalam perpustakaan ini, Tania Rahardja sang siswi teladan SMA St. Petrus ini sudah terlelap dalam tidurnya.

Dalam 1,5 jam aku sudah selesai mengerjakan hukumanku. Saatnya kembali ke kelas menyerahkan hukumanku. Tapi sampai aku selesai mengerjakan, Tania belum juga bangun. Aku mengira dia pingsan karena kecapekan belajar. Sebaiknya aku menghampirinya terlebih dahulu untuk melihat kondisinya. Apakah dia beneran pingsan atau memang masih tidur.

Dan ternyata aku menemukannya masih dalam keadaan tidur dan jelas sekali bukan pingsan. Kepalanya meniduri buku fisika yang sepertinya baru saja dia pelajari. Dasar orang pintar. Pasti dia disuruh belajar khusus di perpustakaan oleh Kepala sekolah agar dapat berkonsentrasi sehingga nanti dia bisa memenangi olimpiade fisika seperti baru-baru ini dia berhasil merebut juara satu olimpiade komputer. Guru-guru di sekolah ini memang berlaku tidak adil. Siswi teladan diberi kebebasan belajar dimanapun walaupun akhirnya dia salalahgunakan dengan tidur di sini. Sedangkan aku yang hanya siswa biasa langsung diberi hukuman, padahal baru tidur sebentar.

Tapi melihatnya tidur seperti ini lucu juga. Ini menandakan bahwa siswi teladan seperti diapun bisa ketiduran ketika belajar. Apalagi posenya saat ini lucu sekali. Pipi kanannya menekan buku fisika yang ada di bawahnya. Mulutnya setengah terbuka. Rambutnya yang terurai menghambur diatas meja. Dan matanya yang tertutup dengan kacamatnya yang bergeser. Semuanya terlihat sangat menggemaskan di mataku. Bagaimana ya kalau aku mengerjai siswi teladan ini sekali saja. Toh dia pasti tidak tahu kalau aku yang mengerjainya.

Maka aku ambil kacamatanya perlahan, agar ketika dia terbangun nanti dia tidak bisa melihat sekeliling dengan jelas. Setelah aku lepas kacamata tebalnya itu, aku dapat melihat wajah polos Tania. Entah kenapa hatiku berdesir begitu saja ketika melihat wajahnya tanpa kacamata tebalnya itu. Dadaku bergemuruh. Ada apa gerangan? Apa aku jatuh cinta? Bahkan saat ini aku tidak dapat menahan diriku untuk tidak mengecup bibirnya yang mungil itu. Secepat kilat aku kecup bibirnya yang terasa manis. Semoga saja dia tidak menyadari bahwa aku baru saja mencuri ciuman darinya.

***

Februari 2013

Sejak saat itu aku semakin sering pergi ke perpustakaan untuk tidur ataupun hanya untuk sekedar melihatnya serius belajar. Aku menyukai apapun yang dilakukannya. Ketika dia mengambil buku. Ketika dia duduk. Ketika dia membaca. Dan paling suka ketika dia mengembalikan buku yang biasanya selalu diakhiri dengan kebiasaanya menjatuhkan buku. Karena saat itu jugalah aku dapat menampilkan sosokku di depannya yang mungkin tidak pernah mengenaliku. Paling tidak dia dapat melihat sisi baik dariku selain sebagai tukang tidur di perpustakaan.

Sampai kapan perasaanku ini akan kusembunyikan? Memang cinta tidak harus memiliki. Tapi cinta akan semakin sempurnya jika memiliki. Aku harus menyatakan perasaanku nanti pada saat UN berakhir. Agar aku dan dia dapat fokus terlebih dahulu pada ujian, sehingga dia tidak memiliki alasan ‘ingin fokus ujian’ kalau nanti dia ingin menolak perasaanku.

Tania

April 2013

Huaaa. Akhirnya lega juga. UN sudah selesai dilaksanakan. Dan kini saatnya aku melanjutkan membaca novel-novelku yang selama ini aku biarkan menumpuk. Lebih baik aku membacanya di perpustakaan. Semoga saja Rendi ada disana. Terserah deh dia lagi ngapain. Yang penting aku bisa lihat dia, walaupun cuma sebentar.

Lucky me! Dia ada. Tapi saat ini dia bukannya sedang tidur, melainkan sedang membaca majalah otomotif yang disediakan perpustakaan. Langsung saja aku duduk di di meja yang berseberangan dengan mejanya berada. Kuletakkan tumpukan novelku dan aku mulai mengambil novel pertama yang akan aku baca.

Baru membaca beberapa halaman, aku merasa seperti sedang diperhatikan. Ketika aku menoleh kedepan, aku melihat Rendi sedang memperhatikanku. Sepertinya sejak aku datang tadi, dia sudah menyadari kehadiranku di sini. Tapi kenapa dia memperhatikanku terus ya? Apa ada yang salah dengan wajahku sekarang? Perasaan tidak ada yang salah deh.

Lalu tiba-tiba saja dia bergerak dan pindah menuju kursi di hadapanku. Sekarang kami sudah duduk berhadap-hadapan. Dengan anehnya dia langsung menyunggingkan senyum terlebarnya kepadaku. Biasanya aku melihat senyum itu dari jauh, ketika dia sedang mengerjai teman-temannya. Dan kini aku yang mendapatkan senyum itu. Apakah Rendi sedang ingin mengerjaiku?

“Hai Tan, gimana UN-nya? Lancar kan?” tanyanya. “Eh lupa. Ya pastilah. Kamu kan pintar.” Sambungnya tanpa mendengar jawabanku.

Wah tumben dia ngajak ngobrol.

“Iya lancar ko. Eh tumben kamu ngajak aku ngobrol. Biasanya kan sukanya marah-marahin aku waktu bantuin aku beresin buku aja.”

“Ih orang ngebantuin ko malah dibilang marah-marah sih? Aku kan baik tuh selalu bantuin kamu yang suka ceroboh ngejatuhin buku-buku di perpus. Emm, sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Tan.”

“Ngomongin apa, Ren?”

“Mungkin memang selama ini interaksi kita cuma terjadi saat aku ngebantuin kamu beresin buku-buku yang kamu jatuhin. Tapi jujur ya Tan, sebenarnya aku punya perasaan yang lebih daripada sekedar penolong atau teman kamu di perpus. Aku suka sama kamu.”

What? Rendi suka sama aku? Tidak mungkin.

“Hei Ren, jangan bercanda dong kamu.” Jawabku dengan agak ketus. Dia pasti sedang bercanda. Karena selama ini aku bahkan tidak pernah merasa diperhatikan bahkan untuk disukai seorang Rendi Wijaya pun tidak pernah.

“Siapa bilang aku bercanda Tania? Oh mungkin karena menurut kamu aku ngerjain orang, makanya kamu berpikiran seperti itu, kan?”

Well, bisa dibilang seperti itu. Tapi aku hanya bergeming, tanpa berani menjawabnya.

“Oke mungkin kamu penasaran sejak kapan aku suka sama kamu Tania. Baik akan aku ceritakan. Tapi janji kamu jangan marah.” Sambung Rendi.

“Baiklah. Ayo ceritakan” jawabku penasaran.

“Waktu kita masih kelas X, aku ingin mengerjakan hukumanku di perpustakaan. Aku menemukanmu tertidur di sana. Awalnya aku ingin mengerjaimu dengan melepas kacamatamu. Tapi  setelah aku melepas kacamatamu, ada sesuatu yang bergemuruh dalam dadaku saat aku melihat wajah polosmu yang tertidur. Saat itu aku tahu aku jatuh cinta padamu. Dan aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak mencium bibirmu yang begitu menarik di mataku. Tapi aku mencium kamu cuma sebentar. Walaupun karena itu aku semakin tergila-gila padamu.”

Oh my God! Apa katanya? Dia menyukaiku sejak kelas X? Dan dia sudah pernah mencium bibirku ketika aku sedang tidur? Berarti selama ini cintaku tidak bertepuk sebelah tangan? Rendi benar-benar penuh kejutan. Aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa bahagiaku. Langsung saja aku tarik kepalanya dan mencium bibirnya. Biar saja menjadi skandal di sekolah. Aku tidak peduli. Aku benar-benar menyukai Rendi.

Setelah melepas ciuman tadi, kulihat matanya agak terkejut. Spertinya dia membutuhkan pencjelasan atas aksiku yang tiba-tiba seperti tadi. Aku berkata, “Ren, asal kamu tahu ya, aku sudah suka sama kamu sejak acara MOS angkatan kita. Aku suka sama sikap kamu yang melakukan sesuatu yang kamu mau, tanpa memperdulikan apa kata orang. Kamu tetap jadi diri kamu dan aku sangat suka itu. Karena sejak kecil, aku selalu melakukan hal-hal yang diinginkan oleh orang tuaku. Sampai aku ketemu kamu, aku mau seperti kamu. Tapi sepertinya memang inilah diriku. Tania Rahardja yang selalu belajar. Malahan dengan itulah aku berusaha menarik perhatian kamu. Supaya kamu bisa kenalin aku sebagai seorang Tania.” Jawabku serius.

Dia terdiam. Kulihat matanya menatapku lekat, lau menggenggam tanganku sambil berkata, “Tania, kamu ngomong gitu jadi pengen aku nikahin.”

“Rendiiiiiiiiiii!!!!!”

[PV] SNSD – “Galaxy Supernova”

FINALLY!!!

15853636

SINOPSIS

Usiaku 17 tahun, hampir 18. Kelas 12. Hampir lulus. Dan aku hamil…

Kirana yang cerdas, cantik, dan ceria melihat semua impiannya luruh di depan mata. Hari-harinya mulai dipenuhi rahasia dan kecemasan. Ia nggak mungkin mampu melahirkan dan merawat bayi. Ia juga nggak mungkin mampu menghadapi celaan dari orang-orang di sekitarnya, teman-temannya, guru-gurunya, terutama kekecewaan orangtuanya. Saat ini Kirana berada di ambang jurang keputusasaan. Hidup seolah tidak menawarkan solusi apa pun padanya.

Bagaimana dengan cowok yang menghamilinya? Oh, cowok itu harus tetap sekolah. Dia nggak boleh terlibat. Dia cowok paling tampan dan paling cerdas di sekolah. Masa depannya begitu gilang gemilang. Kirana tidak ingin merusaknya. Siapakah dia? Kirana takkan pernah mau mengakuinya.

REVIEW

Best teenlit of the year. Ini emang teenlit terbaik yang gue baca tahun ini. Kenapa enggak? Teenlit ini mengandung banyak pelajaran penting yang bisa kita ambil. Bukan hanya sebagai remaja tapi juga sebagai orang yang merasa diri mereka sudah dewasa. Buku ini benar-benar menunjukkan bahwa cerita remaja bukan hanya tentang si jelek versus si cantik atau cewek biasa yang bisa dapetin prince charming. Buku ini benar-benar menunjukkan sisi lain dari teenlit yang sering terlupakan, padahal justru hal itulah yang sering terjadi saat ini di kalangan remaja. Hamil di luar nikah.

Dari sinopsis bisa kita lihat bahwa buku ini memakai sudut pandang orang pertama atau Kirana sang tokoh utama. Keseluruhan buku ini memang menceritakan tentang kehidupannya saat dirinya tengah hamil namun tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang siswa SMA. Bagaimana ketakutannya dia apabila teman-teman, guru-guru di sekolah, apalagi orang tuanya tahu tentang keadaannya. Untung saja Kirana memiliki 5 orang sahabat yang selalu bisa membuat Kirana seperti ‘lupa’ akan keadaannya. Mereka adalah Maria, Alvin, Andra, Banyu, dan Chacha.

Maria bisa dibilang yang paling nyebelin ya, tapi justru dia yang paling dekat dengan Kirana. Kalau Alvin bisa dibilang secret crush-nya Kirana yang pintar abis. Andra? Cowok yang paling dikejar-kejar sama Maria hanya karena cuma Andra aja yang sepertinya tidak tertarik sama Maria. Sedangkan si Banyu itu cowok kalem yang otaknya pinter banget tapi kurang beruntung. Nah kalau si Chacha ini sepupunya Alvin pindahan dari Aussie yang sepertinya agak naksir sama Banyu. Mereka semua (termasuk Kirana) tergabung dalam 1 Band sekolah yang bernama Hi 4. Maria Vokalis, Andra Gitaris, Alvin Keyboardist (rasanya), dan Banyu Drummer. Sedangkan Kirana dan Chaca sebagai Manager. Eh si Chacha pengen jadi produsernya deng. Hehe.

Bagian mengasyikkan saat membaca buku ini adalah, pembaca diajak untuk menebak-nebak siapa sebenarnya My Prince. Pilihannya tiga cowok yang menjadi teman Karina dalam Hi 4, yaitu Andra, Banyu, dan Alvin. Ken Terate dengan cerdik menyelipkan pentunjuk atau clue yang menuntun pembaca untuk menebak si My Prince. Terkadang, clue-nya menyesatkan lho. Saya sendiri bisa menebak identitas My Prince, yang kemudian akhirnya saya sesali, karena saat identitas My Prince akhirnya terkuak, jadinya tidak terlalu mengejutkan lagi. Saran saya sih, nikmati saja membaca buku ini, nggak perlu terlalu ngotot mencari tahu siapa sebenarnya My Prince. Sensasi saat dikejutkan oleh plot cerita rasanya lebih menyenangkan lho.

Pesan moral novel ini sangat jelas apalagi buat para remaja. Pacaran jangan ditempat gelap-gelapan. Pacaran lebih baik nggak cuma berduan. Karena dari pegang-pegangan tangan, lama-lama ingin lebih intim lagi peluk-pelukan. Well setelahnya cium-ciuman dan ciuman di dahi, pipi itu nggak ada efeknya lagi pindah bibir dan ketika ciuman bibir nggak membuat sesuatu seperti dulu butuh ciuman yang lebih HOT lagi -_- dan akhirnya….terjadilah. Jadi sebagai remaja harus tahu batasan-batasannya dari cerita Kirana ini agar menjadi pelajaran.

Love is not SEX

urlReza. Lelaki satu-satunya yang menjadi inspirasi hidupku, kini sedang patah hati. Yes, He’s broken. Dia patah hati karena ditinggalkan oleh tunangannya yang bernama Nilam, yang memilih untuk hidup bersama dengan sahabat sejak masa kecilnya, Shen. Sejak awal aku sudah tahu kalau tunangannya itu terlalu dekat dengan sahabatnya. Tapi, aku bisa apa. Reza terlalu mencintai Nilam. Dan Reza hanyalah sosok yang takkan pernah terjangkau olehku karena aku bahkan bukanlah orang yang dia kenal. Ya, aku hanyalah seorang pengagum rahasianya—atau bisa dibilang stalker sejatinya. Namun, sepertinya kegiatanku sebagai stalker akan terhenti. Karena kini Reza ada di dekatku. Dan hanya ada kami berdua yang ada di tempat, saat ini.

Untuk memulihkan hati dan perasaannya—mungkin juga jiwanya—Reza mengikuti paket tur ke Medan. Aku tahu itu dari status update twitter-nya. Aku langsung ikut peket tur yang sama dengannya. Kebetulan orang tuaku tinggal dari sana, jadi lumayan sambil pulang kampung. Dari bandara sampai ke kota Medan, yang ada di mataku hanyalah Reza. Dia terlihat murung, karena mulai dari tadi matanya hanya memandang keluar jendela. Bahkan dia tidak menyadari bahwa aku yang duduk dibelakangnya terus memandanginya dari celah kursi. Ya Tuhan, aku ingin sekali mengubah wajah yang sedih itu menjadi wajah bahagia. Tapi bagaimana caranya? Dia bahkan tidak mengenalku.

Mungkin inilah jawaban Tuhan padaku. Aku dan Reza kini berada di pinggir Danau Toba, duduk saling berjauhan. Kami ditinggalkan oleh bus penyelenggara tur ini. Mungkin mereka mengira kami sudah masuk dalam bus karena mereka tidak melihat siapapun lagi di area pengunjung Danau Toba. Padahal saat itu kami berdua sedang duduk dibawah pohon yang daunnya lebat sampai-sampai kami tidak terlihat oleh orang-orang. Aku tahu alasan Reza memilih duduk disitu. Selain karena dari sudut itu bisa melihat pemandangan Danau Toba yang menakjubkan, tempat itu pun sunyi, sehingga dapat menjauh dari hingar-bingar keramaian pengunjung. Ketika aku sadar bahwa kami sudah ditinggal oleh bus kami, aku pun langsung menyadarkan Reza dari lamunannya.

Reza langsung menelepon penanggung jawab tur. Ternyata bus kami sudah sampai di hotel yang ada di Tarutung, cukup jauh dari lokasi kami sekarang. Supir busnya pun langsung menjemput kami setelah menurunkan anggota tur lainnya ke hotel. Reza yang sadar bahwa orang yang bernasib sama dengannya ini adalah seorang perempuan, barulah dia mengajakku maju ke pinggir danau, yang dapat dilihat orang.

Karena hari sudah malam, tentu saja badanku kedinginan. Bayangkan saja seorang perempuan memakai dress selutut, sedang duduk di pinggir Danau Toba yang dingin. Mungkin hari selanjutnya aku akan ditemukan meninggal karena sudah beku. Menyadari hal ini, Reza pun mendekat dan menawarkan syal yang sebelumnya melingkar di lehernya kepadaku. Dengan senang hati aku menerima syal itu dan mengalungkannya di leherku. Kini aroma Reza yang lembut dapat tercium bebas olehku. Namun, ucapan Reza selanjutnya begitu mengejutkanku.

“Kamu kenapa mengikutiku?”

Ya Tuhan! Dia sadar. Jelas saja. Siapa yang tidak sadar kalau seharian penuh kamu selalu diikuti seseorang padahal kamu sedang ingin sendiri. Dengan terbata-bata aku menjawab, “Siapa yang mengikutimu? Kebetulan aku memang ingin ke tempat yang sama denganmu.”

Apakah ucapanku barusan dapat dia percaya? Oh Tuhan bantu aku memberikan alasan yang lebih tepat lagi. Tapi sepertinya, ucapannya selanjutnya akan membuatku mati terkejut.

“Sudahlah. Aku tahu kamu mengikutiku sejak dari bandara tadi. Kamu memandangiku dengan intens seolah-olah kamu sudah mengenalku lama. Sebenarnya kamu siapa? Apa kita pernah bertemu?”

Oh Tuhan! Inilah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya.

“Iya. Kita pernah bertemu. Mungkin kamu sudah tidak ingat lagi. Tapi aku ingat. Kita pernah bertemu ketika aku masih SMP. Waktu itu aku sedang dibully oleh geng perempuan satu sekolahku di persimpangan jalan. Kamu datang menolongku dan mengaku-ngaku sebagai abangku. Setelah itu, kamu mengatakan padaku bahwa aku harus kuat dan jangan mau ditindas. Sejak saat itu aku menjadi berani melawan mereka dan mereka berhenti menggangguku. Dan sejak saat itulah aku selalu menunggu kehadiranmu di persimpangan jalan yang sama, berharap dapat bertemu denganmu lagi. Namun kenyataannya tidak pernah. Sampai akhirnya aku melihatmu dengan Nilam, teman satu SMA-ku, sedang berjalan di Mall. Aku langsung mencari tahu tentangmu dari Facebok dan Twitter Nilam dan mendapatkan kenyataan bahwa kamu dan Nilam sudah bertunangan. Aku patah hati. Tapi sekarang, kamu dan Nilam putus. Dan aku kembali memiliki kesempatan untuk mengejarmu. Mengejar seorang Reza yang sedang patah hati.”

Aku mengucapkannya tanpa memandangnya. Aku terlalu grogi untuk mengucapkan kebenaran yang tak tersampaikan ini di depan wajahnya. Setelah itu, kupandang wajahnya yang terlihat terkejut itu. Berharap dia mau menanggapi semua ucapanku.

“Terima kasih atas perasaanmu padaku. Jujur aku tidak mengenalmu. Tapi, sepertinya perjalanan ini akan membuatku belajar untuk mengenalmu lebih dalam lagi. Biarkan hubungan ini berjalan pelan-pelan. Karena hatiku masih belum sembuh dari luka.” jawabnya.

Pelajarilah aku semaumu Reza. Dan tenang saja. Lukamu akan kututup dengan perban cintaku. Cinta yang akan selalu menemanimu kapanpun, ucapku dalam hati. Namun aku hanya bisa tersenyum padanya.

Setelah itu, bus kami datang menjemput. Kami pun naik dengan perasaan yang tak sabar menunggu hari esok.

Blog at WordPress.com.

Up ↑